Tahun lalu tingkat penyalagunaan sistem transaksi perbankan
secara elektronik (electronic banking) relatif tinggi dengan kerugian mencapai
Rp. 37 milyar. Hal ini memaksa OJK untuk memberikan himbauan agar bank dan juga
pengguna kartu kredit untuk lebih waspada. Hal ini untuk menghindari korban kejahatan kartu kredit.
![]() |
OJK meminta bank untuk lebih waspada serta meningkat perlindungan kepada nasabah agar terhindar dari kejahatan kartu kredit |
Berdasarkan catatan OJK, statistik electronic banking dari
tahun ke tahun semakin meningkat. Jika di tahun 2012 tercatat frekuensi
transaksi mencapai 3,79 miliar dengan nilai transaksi sebesar Rp. 4,4 triliun,
di tahun 2014, angka itu meningkat menjadi 5,69 miliar dengan nilai transaksi
mencapai Rp. 6,44 triliun. Hal ini membuat kemungkinan terjadi penyalahgunaan
transaksi elektronik semakin besar. Apalagi, menurut Irwan Lubis, Deputi
Komisioner Pengawas Perbankan I OJK, kerugian paling banyak terjadi dari kasus
kejahatan kartu kredit.
“Total kerugian (dari penyalahgunaan electronic banking) Rp
37 miliar sepanjang 2014 dari total Rp 6,44 trtiliun. 73 persen berasal dari
kartu kredit, baik dari nilai dan frekuensi,” ujar Irwan saat ditemui di
Jakarta.
“Dari hasil pengawasan OJK, tidak dapat dipungkiri bahwa
penyelenggara layanan electronic banking senantiasa perlu waspada terhadap
beberapa kejadian terkait dengan electronic banking, dan di sisi lain,
masyarakat dan pengguna layanan electronic banking perlu meningkatkan
kehati-hatian dalam menggunakan layanan tersebut,” lanjut Irwan.
Tidak hanya sekedar himbauan, pihak OJK sendiri akan terus
melakukan pengawasan terhadap perkembangan produk dan layanan elelctronic
banking. Semua itu dilakukan demi melindungi kepentingan nasabah. Jangan sampai
mereka menjadi korban kejahatan kartu kredit.
Betul, bank harusnya yg bertanggung jawab atas kerugian kejahatan kartu kredit, jangan lepas tangan, jadi penerbit kartuya harus canggih sistem proteksinya
BalasHapus